ญาซากุมุลลอฮูคอยร๊อน ครับอาจารย์อารีฟีน และท่านอื่น
พอดีได้อ่านไปเจอในเฟสบุค หากใครมีความรู้ภาษามลายู เก่งๆ ก็ฝากแปลให้หน่อยผมพออ่านได้เลาๆ แต่ไม่แปลไม่ได้ ที่พูดถึงสะนัด ความรู้ต่าง
โดยหัวข้อกล่าวไว้ว่า อูลามะอีหมามสี่มัสหัฟ ได้ฮารามตาม อุลามะที่ไม่มีสะนัด และซิลซีละห์ เช่น
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad” อีหม่ามชาฟีอี ร.ฮ. ได้กล่าวว่า ไม่มีความรู้โดยไม่มีสะนัด
และเมื่อได้ฟังคลิปยูทูบ อุสตาสอัซฮัร ก็มีกล่าวสั้นๆ ว่า การมีสะนัด นั้นถือเป็นซุนนะห์ .............
อ้างถึงใน
http://www.facebook.com/#!/notes/yanda-mahyalil-acheh/ulama-imam-4-madzab-mengharamkan-ikut-kepada-ulama-tanpa-bersanad-dan-silsilah/291024644253606ULAMA IMAM 4 MADZAB MENGHARAMKAN IKUT KEPADA ULAMA TANPA BERSANAD DAN SILSILAH
Nasehat Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari ahli bid’ah; juga dari orang yang tidak engkau ketahui catatan pendidikannya (sanad ilmu); serta dari orang yang mendustakan perkataan manusia, meskipun dia tidak mendustakan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam“
Dalam nasehat Imam Malik ra ada 3 kriteria yang tidak boleh diambil ilmu atau pendapat atau pemahamannya yakni
1. Ahli bid'ah
2. Ulama tidak bersanad ilmu (sanad guru) atau ulama tidak bermazhab
3. Mereka yang mendustakan perkataan ulama
Ahli bid'ah adalah mereka yang membuat perkara baru atau mengada-ada yang bukan kewajiban menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya, tidak diharamkan menjadi haram (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya dan tidak dilarang menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya. Selengkapnya telah diuraikan dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/03/ahli-bidah-sebenarnya/
Sebaiknya hindari ulama tidak bersanad ilmu (sanad guru) atau ulama tidak bermazhab. Dengan bermazhab artinya mempertahankan rantai sanad ilmu (sanad guru) dari Imam Mazhab.
Dalam beberapa tulisan berturut-turut, kami telah menghimbau untuk menggigit As Sunnah dan sunnah Khulafaur Rasyidin berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad (Imam Mujtahid) / Imam Mazhab dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah. Janganlah memahaminya dengan akal pikiran sendiri atau mengikut pemahaman ulama yang tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/31/gigitlah-as-sunnah/ .
Sebaiknya kita mengambil ilmu dari mulut ulama bermazhab dan sholeh. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/02/dari-mulut-ulama/
Kita sebaiknya menghindari kitab ulama yang belajar sendiri dan tidak bermazhab hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/03/kitab-tidak-bermazhab/
Sanad ilmu (sanad guru) sama pentingnya dengan sanad hadits.
Sanad hadits mempertanyakan atau menganalisa dari mana matan/redaksi hadits tersebut diperoleh sampai kepada lisannya Rasulullah
Sedangkan sanad ilmu (sanad guru) mempertanyakan atau menganalisa dari mana penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah tersebut diperoleh sampai kepada lisannya Rasulullah
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan Islam dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan Sunah Nabawiyah terjaga dari distorsi ataupun serangan ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilakukan kaum kafir dan munafik atau tercampurnya dengan hawa nafsu. Karena sanad inilah warisan Nabi tak dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203